Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara sangatlah relevan dengan dunia Pendidikan saat ini. Pemikiran-pemikirannya menjadi acuan dan dasar pemerintah dalam memajukan pendidikan di indonesia.
Menurut beliau bahwa pendidikan adalah proses menuntun tumbuh kembangnya
anak sesuai dengan kodrat dan iradat yang dimilikinya agar anak tersebut
memperoleh kebahagaian dan keselamatan baik sebagai individu maupun bagian dari
masyarakat.
Untuk itu, salah satu proses menuntun tersebut dapat dilakukan dengan
cara coaching. Dalam coaching guru berperan sebagai coach yang dapat menuntun
murid sebagai coachee dengan mengajukan pertanyaan untuk menggali segala
potensi dan kemampuan yang dimiliki murid dengan tujuan menuntun dan
mengarahkan untuk mencari solusi.
Beberapa pengertian mengenai coaching menurut para ahli, yaitu:
1. Sebuah proses kolaborasi
yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach
memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran
diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).
2. Kunci pembuka potensi
seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu
seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003).
3. “…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.” (International Coach Federation-ICF).
Coaching memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk
menggali potensi murid sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang
disepakati bersama. Jika proses coaching berhasil dengan baik, masalah-masalah
pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan
dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi. Mengingat pentingnya proses
coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya
memiliki keterampilan coaching. International Coach Federation (ICF) memberikan
acuan mengenai empat kelompok kompetensi dasar bagi seorang coach yaitu:
• keterampilan membangun
dasar proses coaching
• keterampilan membangun
hubungan baik
• keterampilan
berkomunikasi
• keterampilan
memfasilitasi pembelajaran
Perbedaan antara Coaching, Konseling, dan Mentoring dalam Konteks
Pendidikan
Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai proses meneruskan informasi atau pesan dari satu pihak kepihak yang lain dengan menggunakan media kata, tulisan ataupun tanda peraga. Empat unsur utama yang mendasari prinsip komunikasi yang memberdayakan:
• Hubungan saling
mempercayai
• Menggunakan data yang
benar
• Bertujuan menuntun para
pihak untuk optimalisasi potensi
• Rencana tindak lanjut
atau aksi
Empat aspek berkomunikasi yang perlu kita pahami dan kita latih untuk
mendukung praktik Coaching kita.
1. Komunikasi asertif
Berkomunikasi secara asertif akan membangun kualitas hubungan kita
dengan orang lain menjadi lebih positif karena ada pencapaian bersama dan
kesepakatan dalam pemahaman dari kedua belah pihak. Beberapa tips singkat yang
dapat seorang coach lakukan: menyamakan kata kunci, menyamakan bahasa tubuh dan
menyelaraskan emosi.
2. Pendengar aktif
Seorang coach yang baik akan mendengar lebih banyak dan kurang berbicara.
Dalam sesi coaching kita perlu fokus bahwa pusat komunikasi adalah pada diri
coachee, yakni murid kita. Beberapa teknik mendengarkan aktif, sehingga kita
mampu menangkap pesan-pesan yang disampaikan:
• Memberikan perhatian
penuh pada lawan bicara kita dalam menyampaikan pesan.
• Tunjukkan bahwa kita
mendengarkan.
• Menanggapi perasaan
dengan tepat.
• Parafrase
• Bertanya
3. Bertanya efektif
‘Bertanya’ pada coaching merupakan kemampuan bertanya dengan tujuan
tertentu. Bukan sekedar jawaban singkat yang diharapkan, namun pertanyaan yang
diberikan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang
mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri
dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan
potensi diri.
4. Umpan balik positif
Umpan balik dalam coaching bertujuan untuk membangun potensi yang ada
pada coachee dan menginspirasi mereka untuk berkarya. Coachee memaknai umpan
balik yang disampaikan sebagai refleksi dan pengembangan diri.
TIRTA: satu model coaching untuk konteks pendidikan. TIRTA dikembangkan
dari satu model coaching yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan,
yaitu GROW model. Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang
menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat
tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih
merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan praktik coaching
di komunitas sekolah dengan mudah.
TIRTA kepanjangan dari T: Tujuan I: Identifikasi R: Rencana aksi TA:
Tanggung jawab. Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke
hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka,
mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas
untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.
Guru sebagai coach sangat berperan penting dalam menciptakan kenyamanan
bagi murid melalui keterampilan berkomunikasi dengan baik sehingga timbullah
rasa empati, saling menghormati dan saling menghargai antara guru dan murid.
engan kemampuan dan keterampilan bertanya dari seorang coach dapat
menyadarkan murid akan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya sehingga murid
tersebut mendapatkan solusi atas permaslahannya sendiri. Dalam proses coaching,
sangat jelas terlihat bahwa guru dan murid adalah mitra dalam belajar.
Belajar bersama mengenali kekuatan yang dimiliki untuk mengasah dan meningkatkan kemampuan murid. Kini, bukan zamannya guru cemerlang sendiri akan tetapi bagaimana murid pun menjadi cemerlang dan bersinar. Untuk itu guru dapat membantu murid menemukan kekuatan untuk bisa hidup sebagai manusia seutuhnya.
Materi pada modul ini berkaitan erat dengan materi-materi pada modul
sebelumnya, yaitu:
Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses
pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid
(Tomlinson 2000). Sebelum merancang pembelajaran berdiferensiasi, terlebih
dahulu kita dapat memetakan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3
aspek, yaitu aspek kesiapan, minat dan profil murid. Ketiga aspek tersebut
dapat ditelusuri dari murid salah satunya melalui proses coaching. Pembelajaran
berdiferensiasi bertujuan untuk mengoptimalkan pembelajaran dan tentunya hasil
dari pembelajaran murid diperlukan pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan belajar murid. Pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan
belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal karena
Pembelajaran berdiferensiasi berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan
guru merespon kebutuhan belajar murid tersebut.
Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional
Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan
secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini
memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan
emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk 1) memberikan
pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi 2) menetapkan dan
mencapai tujuan positif 3)merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain
4)membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta 5)membuat keputusan
yang bertanggung jawab. Dalam membimbing murid membuat keputusan yang
bertanggung jawab salah satunya dapat dilakukan dengan proses coaching.
Pembelajaran Sosial-Emosional berbasis kesadaran penuh untuk mewujudkan
kesejahteraan (well-being). Kompetensi Sosial Emosional tersebut yaitu
kesadaran diri (pengenalan emosi), pengelolaan diri (pengenalan emosi dan
fokus), kesadaran diri (empati), keterampilan sosial (resiliensi) dan
pengambilan keputusan yang bertanggungjawab.
Salah satu cara untuk meningkatkan potensi dan kemampuan murid adalah
dengan mengintegrasikan pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran yang
dilakukan dengan amemperhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan minat,
profil dan kesiapan belajar.
Guru sebagai coach akan selalu berupaya untuk menggali kebutuhan belajar
murid dengan mendesain proses pembelajaran yang mampu memaksimalkan segala
potensi yang dimiliki murid. Selain itu, secara social emosional segala potensi
murid dapat berkembang secara maksimal.
Proses coaching dapat berjalan degan mengoptimalkan ranah social emosional sehingga setiap murid mampu menyelesaikan setiap masalah dengan potensi dan kemampuannnya sendiri. Pada akhirnya mereka akan mampu hidup bebas dan merdeka menentukan jalan hidupnya sesuai kekuatan dan potensinya masing-masing.